Muh. Nurhidayat; Dosen / Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Ichsan Gorontalo
Di penghujung Oktober 2011 kemarin, Kejaksaan Agung RI mencekal peredaran 9 buku Islam karya para ulama/ilmuwan muslim terkemuka dunia. Buku-buku ilmiah tersebut dianggap beraliran keras dan dapat menciptakan bentuk terorisme bagi pembacanya. (lihat berita: Astaghfirullah.. Buku Sayyid Quthb dan Abdullah Azzam Dilarang Beredar, Eramuslim, 20/10/2011)
Kesembilan buku yang dituduh berbahaya oleh Kejakgung adalah: Tafsir Fi Zhilalil Quran Jilid 2 (karangan Sayyid Quthb), Loyalitas dan Anti Loyalitas dalam Islam (Muhammad bin Sa'id Al Qathani), Ikrar Perjuangan Islam (Dr. Najih Ibrahim), Khilafah Islamiyah-Suatu Realita bukan Khayalan (Prof. Dr. Syeikh Yusuf Al Qaradawi), Kado Istimewa untuk Sang Mujahid (Dr. Abdullah Azzam), Catatan dari Penjara - Untuk Mengamalkan dan Menegakan Dinul Islam (Abu Bakar Ba'asyir), Bagaimana Membangun Kembali Negara Khilafah (Syabab Hizbut Tahrir Inggris), Syariat Islam-Solusi Universal (Prof. Wahbah Az Zuhali), serta buku Visi Politik Gerakan Jihad (Hazim Al Madanidan Abu Mus'ab As Suri).
Sikap Kejakgung jelas membingungkan. Betapa tidak, lembaga hukum tersebut melarang peredaran buku-buku ilmiah karya para ulama/ilmuwan muslim terkemuka yang tidak diragukan lagi kredibilitas mereka di mata dunia.
Di sisi yang lain, dengan alasan kebebasan berekspresi yang dijamin Piagam HAM PBB dan Pasal 28 UUD 1945, Kejakgung selama ini membiarkan peredaran buku-buku sesat, sangat tidak ilmiah (lebih tepat disebut ngawur), dan mengotori keyakinan masyarakat Indonesia, seperti buku-buku yang ditulis Anand Khrishna (rahib pluralisme yang kini dibelit kasus pelecehan seksual).
Selain itu buku-buku karangan pendeta Ahmadiyah yang sarat pelecehan terhadap Islam dan Nabi Muhammad SAW juga tidak diharamkan, padahal sudah jelas-jelas merusak keyakinan sebagian masyarakat dan sering memicu gangguan kamtibmas di negara kita. Belum lagi buku-buku pemutarbalikan fakta dan hukum Islam yang sengaja dilakukan kelompok Nehemia untuk mencuci-otak kaum muslimin agar mau berpindah keyakinan menjadi penyembah 3in1.
Dalam hal pornografi, Kejakgung pun tidak mencekal peredaran Playboy, For Him Magazine, dan majalah porno lainnya yang banyak dijual bebas di berbagai supermarket atau kios-kios pinggir jalan. Padahal pornografi merupakan penyebab demoralisasi generasi muda dan pemicu gangguan kamtibmas. Bahkan kepolisian pun sering mempublikasikan bahwa sebagian besar tindak pidana pemerkosaan di negara ini dilatarbelakangi oleh pornografi.
Standar Ganda Kaum Islamophobia
Langkah tidak simpatik Kejakgung di atas menandakan bahwa lembaga hukum tersebut seakan-akan mengadopsi standar ganda penerapan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi ala Barat, yang selama ini dikenal sebagai kaum Islamophobia.
Standar ganda dalam memaknai kebebasan pers dan kebebasan berekspresi seakan tidak bisa dihilangkan dari pers Barat. Sebagai contoh, koran harian Jyllands Posten edisi 30 September 2005 menampilkan 12 karikatur yang melecehkan Nabi Muhammad SAW. Ketika terjadi aksi protes kaum Muslimin di seluruh dunia atas penistaan tersebut, redaksi suratkabar terbesar di Denmark itu pun menjadikan kata ‘kebebasan pers’ untuk membela diri.
Namun patut disayangkan, lebih-kurang 2 tahun sebelumnya, redaksi Jillands Posten tidak mempraktekkan prinsip kebebasan persnya. Pada April 2003, koran terbitan Kopenhagen itu pernah menolak untuk mempublikasikan karikatur buatan Christoper Zieler, karena dianggap melecehkan Yesus Kristus, ‘Tuhannya’ penduduk mayoritas Kerajaan Denmark.
Standar ganda dalam menyikapi kebebasan pers pun juga diterapkan pemerintah Denmark. PM Anders Fogh Rasmussen yang terkenal anti Islam, menolak untuk meminta maaf kepada kaum muslimin atas pelecehan Jyllands Posten terhadap Rasulullah SAW, dengan alasan bahwa negaranya menjamin kebebasan pers sebagaimana tercantum dalam undang-undang Denmark.
Bahkan Rasmussen juga bersikap cuek ketika Partai Anti Imigran Denmark (DPP) menyelenggarakan lomba menggambar karikatur untuk menghina baginda nabi pada tanggal 4 – 6 Agustus 2006. Selain itu, pemerintahan Rasmussen tidak memperkarakan secara hukum kepada sebuah stasiun televisi Denmark yang menyiarkan perlombaan tercela itu pada tanggal 6 Oktober 2006.
Tetapi kembali disayangkan, pemerintah negara beribukota Kopenhagen itu seakan lupa bahwa mereka memiliki UU kebebasan pers, ketika yang menjadi korban pelecehan adalah anggota keluarga Kerajaan Denmark. Pengadilan Denmark pada tanggal 13 November 2007 menjatuhkan hukuman denda masing-masing sebesar 3.000 Euro (sekitar Rp 44 juta) kepada 2 kartunis karena dinilai melakukan pelecehan terhadap Pangeran Felipe dan seorang istrinya yang bernama Letizia Ortiz.
Dalam karikatur yang dimuat majalah El Jueves edisi Juli 2007, Felipe-Ortiz digambarkan (maaf) sedang making love. Karikatur tersebut digambar oleh Guillermo Torres dan Manel Fontdevila sebagai penulis dialognya.
Diharapkan Kejakgung sebagai lembaga hukum yang aktivitasnya dibiayai dan pegawainya digaji dari pajak rakyat Indonesia, yang sebagian besar muslim, untuk bersikap adil dalam masalah cekal-mencekal karya ilmiah para ulama/ilmuwan Islam. Mengapa buku-buku ilmiah tersebut tidak didukung peredarannya, agar semakin banyak orang yang membacanya?
Jika jumlah orang yang membaca buku-buku ilmiah tersebut semakin banyak, maka semakin banyak pula lah masyarakat yang benar-benar memahami ajaran Islam dengan baik.
Dengan semakin banyaknya masyarakat dalam memahami ajaran Islam, maka mereka akan mampu menjalankan ajaran Al Qur’an dan Sunnah secara murni dan konsekuen, yang pada akhirnya terhindar dari bahaya pemikiran terorisme yang justru dilarang keras oleh Islam. Bukankah selama ini para pelaku tindak pidana terorisme adalah orang-orang yang tidak memahami ajaran Islam dengan baik?
Kita patut mewaspadai propaganda kaum Islamophobia yang berusaha menjauhkan kaum muslimin dari ajaran Islam, termasuk propaganda melalui pelarangan buku-buku karya para ulama/ilmuwan muslim terkemuka. Allah SWT pernah mengingatkan:
“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya.” (QS. Ash Shaff : 8)
Wallahua’lam.