Kebebasan letaknya bukan --mutlak-- apa yang ada di dalam pikiran manusia...
Kebebasan terletak pada fitrah yang telah digariskan oleh sang Pencipta...
Walhasil, kebebasan bukanlah manusia yang menciptakan...
Tuhanlah yang menciptakan kebebasan...
Pembebasan dari dosa dan kekotoran serta segala bentuk kejahatan di muka bumi...
Menuju kehormatan dan keagungan hidup yang --sejatinya-- dicita-citakan manusia!
Kebebasan terletak pada fitrah yang telah digariskan oleh sang Pencipta...
Walhasil, kebebasan bukanlah manusia yang menciptakan...
Tuhanlah yang menciptakan kebebasan...
Pembebasan dari dosa dan kekotoran serta segala bentuk kejahatan di muka bumi...
Menuju kehormatan dan keagungan hidup yang --sejatinya-- dicita-citakan manusia!
Terkadang arti kebebasan untuk sebagian kalangan—khususnya—liberal (Islam) sering memberikan definisi ’vulgar’—bahwa kebebasan adalah berpikir secara ’bebas dan apa adanya’ dalam menafsirkan kalam sang Pencipta. Bahwa ketelanjangan merupakan hal yang biasa dan wajar, Topi Miring dan sejenisnya adalah kewajaran—sesuai kondisi tertentu—bahwa semua agama itu sama, tidak boleh ada yang mengklaim sebagai kebenaran—truth claim—maka tidak fair jika hanya membenarkan satu-satunya kebenaran. Secara garis besar, kebebasan menurut mereka—sekali lagi—adalah merupakan sesuatu yang dapat mengantarkan manusia keluar dari kejumudan berpikir, keluar dari keterpurukan logika dan kelemahan spiritual dan mengembalikan sikap budaya mengkritisi yang selama ini dianggap tabu walaupun di wilayah fundamen sekalipun, mereka mengajak manusia untuk berpikir maju dan realistis memandang sebuah permasalahan, ’niat baik’ yang ingin disampaikan—sekali lagi—oleh mereka adalah memberikan sebuah wacana yang berbeda dari yang sudah ada, dalam hal ini mereka ’menembak’ sesuatu yang sudah tidak dipermasalahkan lagi—oleh mereka—dipermasalahkan kembali.
Mungkin terlalu banyak literatur-literatur, baik itu opini atau tulisan-tulisan diberbagai buku-buku, majalah dan lain-lain yang membahas dan mengkaji serta meneliti fenomena seperti ini yang pada intinya telah membuat predikat kepada mereka ibarat ’duri dalam daging’ dan untuk membahasnya lebih lanjut, seperti bukan di space ini. Ini jelas telah menggambarkan bagaimana majemuknya insan yang bernama manusia, bagaimana otak satu dengan otak yang lain saling berbeda pendapat. Apa lacur jika semua manusia di dunia ini menjadi seorang petani? Menjadi seorang pilot pesawat? Menjadi tukang es? Menjadi tukang pemecah batu? Atau menjadi eksekutif muda menjinjing tas kulit hitam, merokok seperti asap putih kereta api yang ditarik oleh masinis atau dengan gedung pencakar langitnya yang menjulang hingga menembus awan, maka kita tidak dapat membayangkan tidak akan ada yang memasak di dapur, tidak ada yang menggendong bayi, tidak ada yang membelah kayu, menyepak bola, memancing ikan, membaca koran, mengetik lamaran kerja, marathon di taman kota, mendengkur di kursi reot atau mencium jidat kamu yang berminyak... muuach.
Bagaimana nasib tahanan yang mendekam dalam penjara? Bagaimana keringat para kuli bangunan yang diperas keringat oleh mandor-mandor? Ternyata kebebasan diartikan oleh mereka sebagai salah satu—alat—penjajahan terhadap kebebasan yang dimiliki oleh orang lain, dengan kebebasan tersebut—yang ada pada dengannya, dia dapat merampas kebebasan yang dimiliki orang lain—selama—orang tersebut tidak berdaya terhadap kebebasannya sendiri. Bagaimana nasib para penerima utang? Ternyata kebebasan diartikan oleh mereka sebagai salah satu—alat—yang dapat memberikan teror demi teror, kebebasan yang dimilikinya terbelenggu oleh keterikatan yang sekilas terlihat semu, padahal keterikatan semu ini berdampak besar bagi kehidupannya, materi memegang peranan sangat urgen bahkan menjadikannya kompleksitas masalah yang mengakar, kebebasan dirampas oleh pihak yang memberikan utang kepadanya, yang walaupun sifatnya temporal belaka tapi menjerumuskan penghutang ini untuk mengakhiri hidup!—bunuh diri. Mungkin banyak sekali kebebasan yang bisa dijabarkan di sini, tergantung kamu memandang kebebasan itu seperti apa.
Secara fundamen dan faktual, kebebasan memiliki kriteria-kriteria yang dapat dilihat secara umum, hal ini dapat memberikan gambaran kepada kamu, bagaimana kebebasan yang dimaksud ini dapat memberikan pencerahan bagi kehidupan manusia atau sebaliknya, setidaknya dapat kita tarik 3 macam kebebasan yang dimaksud, antara lain:
Kebebasan Mutlak (Absolutisme)
Kebebasan mutlak meniscayakan, bahwa kebebasan yang menjadikan penggeraknya adalah kebebasan yang bersumber dari hati nurani pribadi individu. Kebebasan ini merupakan hasil olah pikir dan kajian-kajian serius orang-orang yang ada sebelumnya. Secara garis besar kebebasan ini digambarkan oleh paham yang memberikan kebebasan kepada penganutnya untuk berpikir secara bebas (seluas-luasnya)—tanpa hambatan—dan terkadang tidak mengindahkan norma-norma hak asasi manusia seperti yang diusung oleh Amerika cs, kebebasan mutlak ini seperti digambarkan oleh paham komunis beserta turunannya—anarkis, sosialis, makar, darwinis, leninis, fasisme dan juga radikal. Terkadang kebebasan mutlak ini digambarkan seperti binatang buas yang siap menikam siapa saja yang ada di depan batang hidungnya, entah itu kerbau, kambing, kancil, domba atau kamu yang lagi e’e di sungai Martapura. Kebebasan mutlak seperti ini sangat tidak mentolerir berbagai sanggahan atau pun kritikan yang berasal dari samping, belakang bahkan atasannya, maka tidak heran jika Hitler selalu menyikat habis bawahannya yang membangkang. Jika dilihat lebih mendalam, kebebasan mutlak ini memberikan revolusi berpikir manusia ke arah yang lebih ekstrim, lebih berbahaya dan tidak terkendali. Memberikan kebebasan yang tidak berbatas, memberikan keleluasaan berpikir secara tidak terpatok pada nash-nash yang telah ditasbihkan oleh agama, maka tidak salah jika kebebasan ini mengantarkan penganutnya sebagai anti akan keberadaan Tuhan—atheis.1)
Selama 10 dasawarsa, komunis hidup di dunia, dan selama itu pula berbagai keblingsatan yang namanya komunis telah menorehkan tinta darahnya dipanggung peradaban manusia. Komunis menciptakan manusia yang bernama Hitler begitu berpegang teguh terhadap prinsip sosialisme, bahwa jenis manusia yang dapat membawa kemajuan peradaban manusia adalah ras Arya. Turunan Darwinis ini meramalkan bahwa manusia dapat berevolusi kembali ke arah yang lebih baik, dengan cara membumi hanguskan ras-ras manusia di luar ras Arya. Tapi, apa yang diklaim oleh Hitler tidak saja bangsa Arya, ternyata Komunis dapat hidup di Kuba dengan ras Meksikoloid melalui buah pikiran Che Guevara, China dengan ras Mongoloid melalui dedengkotnya Mao Tse Tung (buruh imigran) atau dengan Indonesia dengan ras Melayu-nya lewat tangan dingin DN. Aidit (bawah tanah tradisional) dan masih banyak lagi bahkan kalau sangat mungkin jepang memiliki ras Ainu-nya, ras Negroid-nya Afrika, bisa jadi di belahan Antartika dan ini jelas merupakan bentuk pendangkalan dan inkonsisten ideologi. Komunis hanya merupakan persalinan lokal dan temporal belaka. Kelahirannya tidak memiliki jalan lahir yang jelas dan terkesan mengada-ada.
Komunis berusaha agar manusia dapat keluar dari kungkungan doktrinisasi dan dogma agama. Dogma yang dianggap selalu dianggap penjara berpikir, mengekang sikap dalam bertindak serta tidak adanya ruang berpijak bagi ide-ide manusia lainnya. Komunis tidak mengenal kompromi, tidak mengenal adanya sikap moderat yang biasa digambarkan Amerika melalui kompradornya.
Kebebasan Relatif (Nisbi/bahkan Absurd)
Kebebasan ini meniscayakan adanya pertautan antara kebebasan mutlak dengan kebebasan yang ingin dipadu padankan (relatif), dengan mengambil sedikit-sedikit. Jika boleh digambarkan dengan dua lingkaran penuh, maka dua lingkaran penuh tersebut saling memotong antara kedua sisinya, sehingga memberikan hasil gambar arsir yang menyebabkan bentuk yang lain lagi di tengahnya—oval lancip. Ini seperti digambarkan oleh pertautan antara kapitalis dan Islam, keduanya memiliki kepentingan yang mendasar, baik secara ideolog juga secara praktis. Ini mengindikasikan bahwa kebebasan relatif tidak mendasarkan pada kaidah-kaidah yang dimiliki oleh paham-paham tertentu. Contohnya kapitalisme, merupakan paham yang mengajarkan seseorang untuk selalu hidup mencari keuntungan seluas-luasnya, sedang Islam menitik beratkan adanya keseimbangan dunia dan akhirat. Jika pertautan ini diadakan, maka akan muncul adanya sikap jalan tengah, moderat/kompromi, asal bapak senang, atau asal bapak bisa ngakak!!, sampai keluar sembelit. Jika semula sikap relatif yang dikedepankan maka mana-mana yang dianggapnya membawa keuntungan sepihak, dan selama itu tidak merugikan—bagi dirinya—apapun akan dinilai sebagai manfaat yang membawa kedamaian.
Jalan tengah adalah istilah asing yang bersumber dari Barat dengan ideologi kapitalismenya. Sebab, ideologi inilah yang telah membangun aqidahnya atas dasar jalan tengah, sebagai suatu kompromi yang lahir akibat pertarungan berdarah antara gereja dan para raja yang mengikutinya di satu pihak, dengan para pemikir dan filosof Barat di pihak lain. Pihak pertama memandang agama Kristen adalah agama yang layak untuk mengatur seluruh urusan kehidupan. Sementara pihak kedua memandang bahwa agama Kristen tidak layak untuk itu --karena Kristen dianggap penyebab kehinaan dan ketertinggalan-- dan bahwa akal manusialah yang mampu menciptakan peraturan yang layak untuk mengatur segala urusan kehidupan. Setelah pertarungan yang sengit antara dua pihak ini, mereka menyepakati suatu jalan tengah, yaitu mengakui eksistensi agama sebagai interaksi manusia dengan Tuhan, tetapi agama tidak diberi hak turut campur dalam kehidupan dan harus menyerahkan pengaturan urusan kehidupan kepada manusia. Kemudian mereka menjadikan ide pemisahan agama dari kehidupan sebagai aqidah bagi ideologi mereka, yang darinya terlahir sistem kapitalisme.2)
Sekali lagi, kebebasan nisbi menitik beratkan pada ’kemanfaatan sepihak’, jadi bukan hanya Islam yang dijadikan sasaran ’empuk’ oleh kebebasan relatif ini, tapi bisa juga paham-paham yang lain --yang intinya-- membawa manfaat yang berarti. Kita bisa melihat standar ganda yang dipakai oleh negara Amerika Serikat, demokrasi merupakan alat penjajahan berpikir terhadap negara-negara lain. demokrasi yang selama ini di kampanyekan tidak lain hanya untuk memberikan keleluasaan bagi kepentingan Amerika Serikat itu sendiri. Ketika wacana mengenai porno-grafi dan porno-aksi menjadi permasalahan, AS seperti mengeluarkan statemennya yang bertolak belakang dengan demokrasi, namun ketika masyarakat menolak pasar bebas --alat penjajahan AS-- seketika AS menuduh ‘oknum-oknum’ yang berkoar-koar dibelakangnya dituduh fundamentalis, anarkis dan melanggar HAM. Amerika menggunakan berbagai cara agar free market-nya dapat didatangi dan dibeli oleh negara maju lainnya—bahkan—oleh dunia ketiga.
Kesaksian sejarah menunjukkan bahwa munculnya konflik sosial selalu dilatarbelakangi oleh pelanggaran HAM, sehingga kemudian muncul usaha untuk melahirkan berbagai dokumen atau formulasi tentang perlindungan Hak Asasi Manusia seperti Magna Charta (1215) di Inggris. Sejarah memberi petunjuk dokumen Hak Asasi Manusia juga pernah diformulasikan dalam masyarakat Madinah (600 tahun sebelum Magna Charta) yang dinamai Piagam Madinah yang mengatur hubungan antar masyarakat yang sangat majemuk baik dari segi asal keturunan, budaya maupun agama yang dianut. Piagam itu mengikat masyarakat dengan nilai kemanusiaan yang berorientasi pada pencapaian cita-cita bersama.
Hak Asasi Manusia menyangkut eksistensi, martabat dan kehidupan dalam masyarakat. Hak Asasi Manusia merupakan konstitusi kehidupan manusia untuk dapat berinteraksi sesama manusia dan lingkungannya secara beradab. Masyarakat dan negara tidak akan bernilai dan berkembang tanpa mengakui, menghargai, melindungi dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Barangsiapa tidak mengakui Hak Asasi Manusia berarti mengingkari dirinya. Dengan demikian, permasalahan dan penegakan Hak Asasi Manusia akan selalu menggejala dalam setiap kehidupan masyarakat dan negara.
Korelasi antara pelecehan Hak Asasi Manusia dengan timbulnya chaos atau kemarahan massa juga terlihat antara lain pada Glorius Revolution3) di Inggris tahun 1688 yang menelurkan pengakuan terhadap hak-hak rakyat dan anggota parlemen, juga revolusi kemerdekaan di Amerika Serikat tahun 1776, begitu pula revolusi Perancis tahun 1789. Lebih lanjut dapat terlihat juga dalam revolusi dunia yaitu Perang Dunia I dan Perang Dunia II tahun 1945 yang menelorkan kesepakatan hak-hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human Rights yang terdiri dari 30 pasal di Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948.
Revolusi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 pada hakekatnya merupakan puncak perlawanan terhadap penindasan hak asasi oleh penjajah kolonial Belanda dan fascis Jepang. Pengalaman pahit bangsa Indonesia diperkosa hak asasinya oleh kaum penjajah dilukiskan dengan tinta emas oleh pendiri Republik tercinta ini dalam hak segala bangsa, dan pernyataan penghargaan terhadap peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Jadi, sejarah perjuangan Hak Asasi Manusia menunjukkan fakta-fakta bahwa munculnya revolusi sosial dan gejolak menentang dominasi negara terhadap negara lain serta gejolak sosial menentang kekuasaan yang tak terbatas atau perkosaan Hak Asasi Manusia dalam suatu negara merupakan pengejawantahan hati nurani kemanusaan untuk hidup secara bermartabat. Pada gilirannya, hasil perjuangan tersebut memerlukan jaminan bersama sehingga perlu dituangkan dalam formula piagam pernyataan, dalam konstitusi negara, undang-undang maupun peraturan lainnya, sesuai dengan luas jangkauan kebutuhan pengaturan dan relevansi sosialnya. Karena tanpa adanya jaminan pernyataan tertulis, ada kecenderungan untuk selalu terjadi pelanggaran-pelanggaran komitmen Hak Asasi Manusia. Dalam konstelasi ini terlihat adanya hubungan korelasional antara tegaknya Hak Asasi Manusia, hukum, keadilan dan demokrasi.4)
Kompleksitas Hak Asasi Manusia memang tidak ada habis-habisnya hingga menciptakan chaos yang tiada berkesudahan --reformasi dan sesekali revolusi, ini memperlihatkan bahwa kebebasan relatif yang diusung oleh kapitalisme-sekuler merupakan kebebasan yang –sekilas-- memperhatikan ‘nasib’ kemanusiaan bahkan indah dilihat namun sejatinya merusak dan menimbulkan pertentangan batin antar individu, selalu haus dan tidak pernah puas dengan keadaan yang ada. Hak-hak Asasi Manusia yang sejatinya menjadikan manusia dapat menjalankan kodrat sejalan dengan rel kereta Tuhan, kebebasan relatif ini justru menjerumuskan manusia ke dalam kebebasan yang dibuatnya sendiri, karena nisbi dan terlihat sangat absurd sekali. Kebebasan ini bahkan lebih buas dari kebebasan mutlak, mengapa? Karena kebebasan relatif dapat bermain secara soft power atau hard power—tergantung lawan mainnya siapa—kalau lawan mainnya adalah berkedaulatan Tuhan—khilafah, niscaya tidak dapat menandingi. Ketika berhadapan dengan Afghanistan, Irak, Vietnam, Uzbekistan, Kazakhstan dan lain-lain dengan nasionalismenya, Amerika Serikat seolah-olah memainkan permainan keras—hard power—persis mahasiswa bermain hitung-hitungan dengan anak TK, karena negeri Islam terkotak-kotak, di kavling oleh Amerika, namun ketika berhadapan dengan negara-negara yang moderat dan membebek dengan kemauannya—AS—mereka memainkan sepak terjang yang terkontrol—soft power—ini bisa kita lihat di negara Indonesia. Negeri subur kaya akan sumberdaya alamnya—gemah ripah loh jinawi—merupakan negara yang mempunyai standar politik bebas aktif—non blok—tidak memihak blok manapun, namun ketika dihadapkan oleh berbagai menu-menu yang ditawarkan oleh Barat—ADB, IMF, World Bank, CIA, Resolusi PBB dan lain-lain—Indonesia menjadi negara moderat yang arif lagi bijaksana, huehehe... monggoh mas!
Pengaruh prinsip jalan tengah yang menjadi landasan aqidah mereka ini, akhirnya menjadi ciri menonjol dalam setiap hukum atau perilaku penganut ideologi kapitalisme, terutama dalam masalah-masalah politik. Dalam masalah Palestina, misalnya, kaum muslimin menuntut agar seluruh bumi Palestina menjadi negeri mereka. Pada saat yang sama, pihak Yahudi mengklaim Palestina sebagai tanah yang dijanjikan Allah bagi mereka, sehingga semuanya adalah milik mereka. Negara-negara Barat yang kapitalis pun kemudian menyodorkan suatu solusi pada tahun 1948, yaitu rencana pembagian tanah untuk mendirikan dua negara di Palestina, satu untuk Arab, dan satu lagi untuk Yahudi. Pemecahan jalan tengah ini nampak jelas dalam berbagai masalah internasional yang dikendalikan oleh negara-negara kapitalis, seperti masalah Kashmir, Cyprus, Bosnia, dan sebagainya. Lalu apa yang pantas untuk manusia pengadu domba?!
Kebebasan Tuhan
Disini, Tuhanlah yang memiliki kendali dan kebebasan/kedaulatan. Tuhanlah yang menentukan nasib dan ajal manusia. Tuhan berhak membuat peraturan. Tuhanlah yang memberikan materi, kekuasaan, jabatan bahkan miskin papa kepada manusia. Tuhanlah yang memberikan kamu tangan, kaki, tubuh, mata, hidung. Tuhanlah yang memiliki seluruh alam semesta, melalui Tuhanlah manusia dapat hidup di muka bumi dengan limpahan kasih sayangnya, dengan seluruh curahan nikmat yang diberikan-Nya, maka Tuhan berhak memiliki hak-Nya, hak preogatif-Nya pada manusia, manusia hanya diberikan jalan dan petunjuk kebebasan yang telah digariskan-Nya, oleh karena itu manusia tidak dapat lalai apalagi berhak mengklaim bahwa kebebasan yang diberikan oleh Tuhan kepadanya merupakan kebebasan yang bersumber dari dirinya secara mutlak. Manusia tidak dapat hidup dan berkarya tanpa ketentuan Tuhan, manusia tidak dapat peroleh kebebasan sebelum kebebasan yang dikehendaki Tuhan atas dirinya dapat memberikan manusia terbebas dari jeratan dunia dan seisinya.
Maka disini, kebebasan Tuhan tidak bermaksud menikam manusia dari belakang atau membedeng manusia dari depan, justru bermaksud hendak menyelamatkan manusia dari ketidakniscayaan serta ketidakmenentuan produk-produk manusia itu sendiri. Manusia tidak memiliki jalan lahirnya sendiri. Manusia tidak memiliki kitab kehidupannya sendiri. Manusia tidak memiliki peta kompas yang dapat mengantarkannya ke dalam kehidupan yang lebih baik. Manusia tidak berhak atas kematiannya sendiri. Manusia tidak berhak atas dirinya, bagaimana bentuk wajahnya, bagaimana panjang kakinya, berapa panjang hidungnya dan manusia tidak dapat menentukan kapan ajal akan menjemputnya. Ketidakmengertian ini hanya Tuhan yang dapat memecahkannya, hanya Tuhanlah yang berhak mengklaim kapan ajal manusia, jin, dan segala kehidupan di alam semesta, dalam hal ini tidak ada satu pun makhluk yang berhak mengaca pada dirinya sendiri dan mengatakan bahwa “Aku hidup mengabadi!” tiada sesuatu makhluk pun yang dapat mengatakan bahwa “Aku akan hidup sejahtera!” walaupun manusia saling bahu membahu memberikan bantuannya kepada manusia yang lain guna menangkis dan membredel segala takdir dan ketentuan yang telah dinisbatkan Tuhan, yang telah ditentukan oleh Tuhan—secara fundamental! Tuhan tidak akan mencederai manusia bahkan Tuhan tidak akan pernah memberikan cobaan yang begitu berat sehingga manusia tidak dapat memikulnya. Manusia hanya mengikuti sunnatullah, manusia hanya diberikan jatah berpikir, berjalan, mengembangkan, mengeksplorasi, eksploitasi dan segala sesuatunya sesuai tuntunan dan batasan yang telah digariskan Tuhan.
Kebebasan disini bukanlah tanpa sebuah alasan yang tidak jelas atau mengada-ada. Alasan disini sudah terlampau jelas dan detail, kebebasan yang bersumber dari sang Pencipta alam semesta. Tentunya Tuhan telah memiliki segudang, bahkan se-trilliun --tak terhitung-- rencana terhadap kehidupan manusia di dunia, ini telah tertulis di Lauhul Mahfudz. Melalui kalamnya, Tuhan hendak menyampaikan bahwa --kebebasan manusia-- hanya akan didapatkan jika diberikannya suatu jalan lurus tanpa hambatan dan diberikannya lampu penerangan yang baik bagi manusia, sehingga dengan jalan lurus, dan sinar cahaya lampu itu manusia dapat mengikuti dan menelusuri menggunakan akal dan perasaan yang menjadikan manusia itu dapat terbebas dari belenggu-belenggu dunia. Baik belenggu materi, belenggu dunia, bahkan dari belenggu manusia itu sendiri—termasuk belenggu Hak Azasi Manusia. Melalui ’pembebasan’ Tuhan-lah, manusia dapat menjalani kehidupan ini dengan gerakan terarah dan terencana, seperti roda pedati yang berjalan naik turun, gerakan tersebut memberikan ruang dan peluang terhadap makhluk yang lain—tumbuh-tumbuhan, hewan, tanah, angin, air dan lain-lain—untuk bersama-sama menjalankan garis dan roda kebebasan yang telah dimaksud Tuhan. Kebebasan Tuhan diberikan oleh Tuhan kepada manusia dalam rangka memberikan keselamatan dan keagungan terhadap manusia itu sendiri.
Mengapa kebebasan Tuhan? Pertama, Tuhan bersifat absolut atau tunggal/esa, artinya Tuhan tidak ada yang dapat menyamai, tidak ada yang dapat membuat bentuk bahkan zatnya sekalipun, ringkasnya Tuhan merupakan sesuatu yang tidak dapat terindera oleh panca indera manusia --disthink-- sesuatu yang sudah sewajarnya jika manusia bergantung kepada-Nya. Tidak beranak dan diperanakan, tidak tidur dan lekas ngantuk seperti kamu. Logis dan tidak perlu diperdebatkan lagi, hal ini menandakan agar manusia dapat bersandar dan bersimpuh sujud kepada zat yang Maha Dahsyat, maha segala-galanya, tak tertandingi, memiliki kekuatan yang Maha Dahsyat, tiada duanya di dunia bahkan kalau kamu cari di balik dipan tidurmu sendiri, tidak ada! Akhir kata, tidak yang dapat berbuat sesuatu apa pun sebelum keputusan-Nya turun, jelas! Maka manusia akan terlihat kecil nan papa, tidak memiliki daya apa pun bahkan untuk mengatasi tumbuhnya rambut uban di atas kepalanya sendiri.
Kedua, Tuhan Maha Mengetahui segala sesuatu di alam semesta, baik yang tersirat maupun yang tersurat, baik yang berada di bathin manusia bahkan di balik tabir gelap pembicaraan para Syetan --jin kafir-- bersama dedengkotnya Iblis di dalam perut bumi. Tidak sesuatu apapun yang dapat luput dari perhatian-Nya, tidak ada secuil atom bahkan kalau pun atom di bagi dua menjadi inti atom, molekul bahkan sampai terkecilnya lagi, semua itu dapat diketahui, karena apa? Karena Tuhanlah yang menciptakannya, wajar. Karena Tuhanlah yang menentukan aral melintangnya, menentukan bagaimana kondisi zat yang akan diciptakan sampai sedetail mungkin. Kalau kamu belajar eksakta atau non eksakta, dari ilmu yang belum pasti dan yang sudah pasti --geografi, sejarah, akuntansi, metodologi penelitian-- dll, dari jaman Paleojavanicus, zamannya mammoth dan capung sebesar pergelangan tangan serta manusia pemecah batu sampai jaman keemasan Islam kedua, dari abjad A sampai Z maka tidak akan ada yang luput, sampai kepada perihal yang tidak diketahui oleh manusia --ghaib-- dapat diketahui oleh Tuhan semesta alam, rentetan sejarah tidak akan pernah lepas dari zat yang Maha Mengetahui, dengan kata lain Tuhan menguasai ruang dan waktu, dari awal dunia belum diciptakan hingga berakhirnya dunia ini, Maha Mengetahui!
Ketiga, Tuhan bersifat mengabadi --immortal-- sudah tentu sangat jelas, apabila zat yang mengetahui dari awal hingga akhir perjalanan alam semesta, tentunya zat tersebut bersifat abadi. Maka Tuhan adalah zat yang abadi. Jika Fir’aun memfatwakan bahwa dirinya abadi (Tuhan) maka bagaimana bisa ajalnya sampai di Laut Merah? Bagaimana bisa Fir’aun bisa meregang nyawa melepas ruh di dunia? Karena Fir’aun juga manusia, dia tidak bisa memperlambat usia dan waktu serta seluruh perjalanan hidupnya di dunia. Tuhanlah yang abadi, Tuhanlah yang memiliki kemampuan untuk mengakomodasi, memfasilitasi, menghancur leburkan manusia. Bukan para Highlander5) yang selalu menjadi penjagal memenggal kepala klan kaumnya dengan pedang samurai, bukan Dracula yang selalu menghisap darah manusia untuk hidup selama-lamanya. Haha... itu semua bullshit!!
Secara implikasinya hal ini menggambarkan bahwa bukanlah suatu permasalahan yang begitu pelik untuk dipikirkan. Anugerah yang diberikan—sekali lagi—hanya untuk keselamatan dan keagungan manusia itu sendiri, lain tidak. Jadi, jika manusia berusaha mencari kebebasan di luar ketentuan kebebasan yang dimaksud, maka bukan hanya kebebasan yang didapatkan namun—kebablasan. Huahaha... [pemulungsampahjalanan]
Catatan Kaki:
1) Sudah jum’at ketiga kawan saya tidak menyentuh masjid --sholat, namun ia tidak merasakan perubahan yang menyebutkan dirinya kafir, ia masih mengakui Allah-lah Tuhan satu-satunya. Allah-lah jalan satu-satunya keselamatan. Ketika malam sabtu menjerang, ia selalu mengigau; atheis! Atheis!! Atheis!!! Hal ini tidak hanya terjadi sekali, bahkan malam kedua—malam minggu—igauannya masih tetap sama.
2) Booklet Persepsi-persepsi Berbahaya—Hizbut Tahrir.
3) Revolusi Kebangkitan Inggris Raya.
4) Demokrasi menekankan bahwa; Hak Asasi Manusia merupakan suara manusia yang patut di perjuangkan dan di dengar, dan Hak Asasi Manusia yang dimaksud bahwa bagaimana manusia dapat memperjuangkan ‘hak ke-manusiaan-nya’ dan bukan ‘hak dan kewajiban manusia’. Jika tangan, kaki, tubuh boleh angkat bicara, maka mereka akan berkata; ‘engkau pakai untuk apa tanganmu? Kemana hendak kau langkahkan kakimu? Kemana matamu menerawang? Apa yang kau masukkan ke dalam tubuhmu, halal ataukah haram? Jika boleh binatang ambil suara, maka kambing, kerbau, tiung, kadal, kodok, beo, kecoak akan berkata; jangan rusak hutan kami! Jangan sikat jatah makan kami! Jangan musnahkan spesies kami! Jangan rebut hak-hak kami!
5) Di gunung rambutan jurang sangat curam, pagi itu pukul 03.00, bis yang mengangkut 40 penumpang sedang lengang tertidur dan pulas dengan mimpinya masing-masing, supir bis tetap terjaga dengan tanggung jawabnya sebagai abdi masyarakat. Sedang saya hanya bisa terdiam memperhatikan gundukan-gundukan gunung melintang kesana kemari dari kejauhan dibalik jendela. Ah, luar biasa, pagi itu persimpangan Kuaro menuju Tanah Grogot mulai di depan bibir jalan ini. Sedang burung-burung yang terlihat di atas awan biru kelam mulai terbang menampakkan sayapnya, turun dari pelimbasan air gunung menuju dataran tinggi tak bertepi. Riuh kacau suaranya menambah gemersip angin pagi dataran tinggi.
This is your liberation day, liberation from secular and fascism system. Get’s the rules now, and you will freedom—the true freedom!!!
Pembahasan yang lainnya:
Manusia berjalan menggunakan kedua kaki, manusia makan menggunakan tangan kanan, melihat centang perenangnya dunia menggunakan kedua bola mata. Adakalanya manusia terlahir cacat sejak lahir atau bahkan cacat ketika hidup di dunia --karena kecelakaan dll-- tidak ada manusia yang menginginkannya, manusia tidak memiliki daya apa pun untuk menolak apa pun yang diberikan oleh Tuhan --tangan, kaki, mata, hidung dll-- manusia hanya dapat merencanakan perihal kehidupan di masa yang akan datang, selebihnya Tuhanlah yang menentukan. Manusia hanya dapat mengadakan perjenjangan target dan kesempatan hidup yang diberikan Tuhan kepadanya. Maka, manusia tidak dapat menyalahi atau sampai mengingkari apa yang diberikan Tuhan kepadanya. Manusia tidak bisa menggunakan kedua tangan untuk berjalan, kaki kanan untuk makan atau matanya untuk mendengar suara yang ada di luar atau kamu makan menggunakan telinga --selama-- manusia masih memiliki hal tersebut. Jadi sangat aneh jika ada manusia berusaha mensejajarkan dirinya dengan manusia yang lain --emansipasi-- sangat aneh jika kodratnya sebagai insan yang berbeda digunakan untuk beralih fungsi menjadi kodrat yang lain, menyalahi produk dan petunjuk yang diberikan Tuhan kepadanya. Benar, manusia berhak menentukan jalan hidupnya sendiri, benar, manusia berhak menentukan keyakinannya sendiri, tapi apakah jalan dan keyakinannya itu dapat membuatnya menjadi manusia yang tercerahkan? Menjadi manusia yang memiliki pisau keyakinan yang mumpuni? Apakah dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dunia sekarang ini? Jika tidak, maka untuk apa manusia bersusah payah mencari keyakinan di luar dari keyakinan yang telah sempurna diturunkan oleh begawan suci dasawarsa abad lebih yang lalu? Jangan nanya kalo udah tau..!!! Benar, manusia merupakan makhluk sosial, namun kesosialannya bukan berarti manusia dapat berbuat apa pun terhadap dirinya sendiri, tidak berarti manusia berhak menentukan jalan hidupnya sendiri, mengais dengan jerih payahnya seolah manusialah yang menciptakan kehidupan ini, seolah manusialah yang berhak untuk hidup di dunia ini, bagaimana dengan makhluk yang lain, bagaimana makhluk hidup yang hidup bersinergi dengan makhluk yang bernama manusia --binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk ghaib lainnya. Mereka pun berhak hidup di dunia ini dengan segala ketentuan dan keperluan masing-masing. Jika manusia secara sepihak mengklaim bahwa kehidupan ini diperuntukkan untuk dirinya, maka akan musnahlah dunia, akan kiamatlah alam semesta karena kesombongan dan kepongahan manusia itu sendiri. Segalanya harus seimbang, segalanya haruslah mengadakan olah pikir dan tindakan yang sesuai alam, tidak memberontak terhadap sunnatullah atau bahkan sampai mengingkari, ngerti tidak!!!